Lari! - Kami Menerima Ancaman Pembunuhan
Pada bulan Agustus 2007, saya dan dua anak laki-laki sedang berlibur di California,
dan saya menerima ancaman pembunuhan dari Indonesia melalui sebuah email anonim.
Saya tinggalkan anak-anak dengan kakek-nenek mereka dan segera kembali ke Bali.
Made Jati menolak ketemu sama saya. Saya ke Kori Restaurant sama Gary dimana saya
harap bisa kembalikan Gary pada kantornya, tetapi kami diancam dan diusir oleh kelompok
premen.
Pada Gary, sudah cukup. Dia memutuskan cari keamanan diluar Bali dan dia pindah
ke Jakarta.
Dan atas saran kuat dari Kedutaan Besar Amerika Serikat, saya memutuskan untuk tinggal
di California untuk keselamatan anak-anak.
California
Selama sembilan bulan Made Jati menolak komunikasi sama saya. Pada bulan Maret 2008
tiba-tiba dia muncul di California dan mengajukan petisi kewalian di California
Superior Court.
Ketika saya mengungkapkan latar belakang kasus di Indonesia ke pengadilan, hakim
memerintahkan Made Jati bekerja sama dengan keterangan dalam deposisi, bekerja sama
dengan saya dan anak-anak di evaluasi psikolog, muali mediasi dan melanjutkan kunjungan
dengan anak-anak.
Made Jati segera melarikan diri California dengan alasan bahwa dia tidak ingin menimbulkan
stress pada anak-anak.
Alasan yang benar diajukan di pengadilan dalam Deklarasi dari pengacaranya di Bali,
Ida Bagus Wikantara SH, yang menyatakan: "
Aku, penasihat hukum yang membela kasusnya
masih dalam proses di Indonesia, tidak mau risiko... yang kemudian dapat menyebabkan
kesulitan dalam membela klien saya di Indonesia. Oleh karena itu, saya menyarankan
klien saya untuk segera kembali ke Indonesia.
"
Hakim memutuskan bahwa Made Jati telah menelantarkan anak-anaknya, mengeluarkan
perintah melarang Made Jati mendekati anak-anak kecuali dijaga profesional, dan
memerintah Made Jati membayar tunjangan anak. Sampai saat ini, Made Jati terus menolak
komunikasi dengan saya atau anak-anaknya. Dan tentu saja, dia tetap menolak membayar
tunjangan anak.
Pengadilan California kini telah mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan untuk Made
Jati pada jumlah lima puluh kali Pelecehan Pengadilan.
Putusan Mahkamah Agung
Di Indonesia, sudah ada putusan dari Mahkamah Agung.
Pada tahun 2007 Mahkamah Agung mengeluarkan putusan kasasi yang balikan putuan
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, dan
menyatakan perkawinan tahun 1985 di
California sah di Indonesia dan diputus ceraian
.
Dinyatakan pula putusan bahwa akuisisi Made Jati sebuah Akte Perkawinan baru pada
tahun 1996 padahal perkawinan California masih berlaku adalah Perbuatan Melawan
Hukum.
Made Jati langsung mengajukan Peninjauan Kembali, tetapi permohonannya ditolak pada
tahun 2009.
Jawaban Kepolisian Bali dan Laporan Polisi Keenam
Putusan Mahkamah Agung tidak begitu merobah situasi di Bali. Made Jati masih menguasai
Uluwatu dan Kori dan semua harta keluarga lain dan dia masih menolak komunikasi
atau penyelesaian.
Saya diusir dari Bali dan polisi Bali cepat menutup semua kasus-kasus yang dilaporkan
saya, termasuk kasus Polda Bali diduga Penipuan yang masih bolak balik Polda Bali
dan Kejaksaan tigabelas kali lebih dari satu tahun.
Dan dengan itu, tentu saja, Made Jati tidak punya alasan untuk mencapai penyelesaian.
Jadi menurut hukum dan menurut keputusan Mahkamah Agung, saya memiliki hak lima
puluh persen aset perkawinan. Namun, di bawah perlindungan polisi Bali yang tidak
mau menegakkan hukum, Made Jati mengabaikan keputusan dan menolak penyelesaian.
Semestinya dia betanggungjawab limapuluh persen cinta, kewalian dan ongkosnya anak-anak
juga, tetapi dia mengabaikan itu juga.
Bulan Pebruari 2009 saya melapor lagi, kali karena diduga Keterangan Palsu di Sidang,
di Mabes Polri Jakarta. Padahal banyak surat dan instruksi dari Mabes Polri kepada
Polda Bali, penyedikan Polda Bali dihentikan dengan alasan begitu lemah sampai ternyata
dimaksudkan sebagai tantangan atau penghinaan pada Mabes Polri.
dokumen-dokumen
Pesan dari Polda Bali pada Mabes Polri rupanya: "Jangan Jakarta campur tangan di
Bali."
Jadi Siapa Kirim Ancaman Itu?
Menelusuri internet routing alamat, email itu dikirim dari Jakarta Selatan pada
saat Made Jati di Bali. Jakarta Selatan adalah tempat yang paling laris ekspatriat
tinggal di Jakarta. Email ini singkat tapi berisi indikasi bahwa itu ditulis oleh
seorang asing berusaha untuk membuatnya tampak seolah-olah ditulis oleh seorang
Indonesia. Tiga belas hari setelah ancaman pertama, email kedua jelas ditulis oleh
seorang ekspatriat yang kenal saya dikirim dari lokasi yang sama.
Made Jati menolak bertemu sama saya untuk membahas ancaman tersebut. Ancaman tersebut
jelas merupakan subjek untuk deposisi diperintahkan oleh pengadilan California yang
disarankan Ida Bagus Wikantara kliennya untuk melarikan diri. Sejak saat itu saya
sudah berulang kali mengusulkan menyewa mantan agen FBI untuk melakukan investigasi
terhadap sumber, tetapi Made Jati menolak untuk bekerja sama. Sepertinya dia melindungi
seorang, dan sumber ancaman itu masih merupakan misteri.
Eat, Love, Pray—and Run Away! We Receive a Death Threat
In August 2007 while our two boys and I were on vacation in California, I received
an anonymous email from Indonesia with a death threat. I left the boys with their
grandparents and immediately flew to Bali.
Made Jati refused to meet me. Gary and I returned to Kori Restaurant, where I hoped
to place him back in his management position, but a group of premen threatened
us and chased us out.
That marked the end for Gary. He decided it would be safer to leave Bali and he
moved to Jakarta.
And on the strong advice of the U.S. Embassy, I decided to stay in California for
the safety of the children.
California
For the next nine months Made Jati refused to communicate with me until in March
2008 she suddenly appeared in California and filed for custody in California Superior
Court.
When I revealed the background of the case in Indonesia to the court, the judge
ordered Made Jati to cooperate with testimony in a deposition, meet together with
the children and me for an evaluation by a psychologist, participate in mediation,
and continue visitation with the children.
Made Jati immediately fled California with the excuse that she did not want to cause
stress to the children.
The true reason was entered to the court in a Declaration from her attorney in Bali,
Ida Bagus Wikantara SH. He stated: “
I, the legal counselor defending her case that
is still in progress in Indonesia, do not want to run any risks no matter how small…which
might later cause difficulties in defending her in Indonesia. Therefore, I advised
my client to immediately return home to Indonesia.
”
The judge ruled that Made Jati had abandoned her children, she issued a Restraining
Order against Made Jati, and she ordered Made Jati to pay child support. To present,
Made Jati continues to refuse all communication with me or her children and refuses
to help with child support.
The California Court in 2010 issued an Arrest Warrant for Made Jati on fifty counts
of Contempt of Court.
Decision of the Supreme Court of Indonesia
In Indonesia, however, the divorce case finally reached a conclusion.
In 2007 the Supreme Court overturned the lower court decisions and
declared
the California marriage of 1985 valid in Indonesia and ended by divorce
.
It also ruled that Made Jati’s acquisition of a new Marriage Certificate in 1996
while the California marriage was still in effect was an Action Contrary to Law.
Made Jati immediately filed an Extraordinary Appeal, but her appeal was rejected
in 2009.
Reaction of the Bali Police and the Sixth Police Report
The decision of the Supreme Court had little practical effect in Bali. Made Jati
still controlled Uluwatu, Kori and all the other assets and she still refused communication
or settlement.
And once I was no longer in Bali, the police quickly abandoned all the cases, including
the Fraud case which had shuttled to and fro between Polda Bali and the prosecutor's
office thirteen times for over a year.
With that, of course, Made Jati had no reason to reach a settlement.
So by law and by decision of the Supreme Court, I had rights to fifty percent of
the marital assets. But under apparent protection of the Bali police who were unwilling
to enforce the law, Made Jati ignored the decision and kept the assets.
She also had responsibility for fifty percent of the love, care and support of the
children, but she ignored them as well and continues to refuse all communication
with them.
In February 2009 I filed another police report for Perjury, this time at the National
Police Headquarters—Mabes Polri—in Jakarta. Despite letters and instructions
from Mabes Polri, Polda Bali stopped the investigation with an excuse so defiantly
flimsy that it appears to have been meant as an insult or challenge to Mabes Polri.
dokumen-dokumen
The message from Polda Bali to Mabes Polri appears to be: "Keep your hands off Bali."
So Who Sent the Threat?
Tracing the internet routing addresses, the email was sent from South Jakarta at
a moment Made Jati was in Bali. South Jakarta is where most expatriates in Jakarta
live. The email is short but contains strong indications that it was written by
an expatriate attempting to make it appear as if written by an Indonesian. Thirteen
days after the first threat, a second anonymous email clearly written by an expatriate
acquainted with me was sent from the same location.
Made Jati refused to meet with me to discuss the threat. The threat was a subject
for the California court deposition which Ida Bagus Wikantara advised his client
to flee. Since then I have repeatedly proposed hiring a former FBI agent to conduct
an investigation, but Made Jati has refused to cooperate. She appears to be covering
for someone, and the source of the threat remains a mystery.